Belajar1 dari Kesalahan (ganti judul, hal yg dapat meningkatkan Bisnis)

Belajar dari Kesalahan dan Pentingnya Fokus dalam Bisnis

Pentingnya Belajar dari Kesalahan Orang

Belajar dari Kesalahan dan Pentingnya Fokus dalam Bisnis

Salah satu cara terbaik untuk mempercepat kesuksesan adalah belajar dari kesalahan orang lain. Dengan memahami kegagalan yang telah dialami orang lain, kita dapat menghemat waktu, menghindari pengalaman yang sama, dan membuat keputusan yang lebih bijaksana. Hal ini juga membantu dalam mengurangi risiko serta mempercepat proses pembelajaran dalam bisnis maupun investasi.

Fokus: Kunci Konsistensi dan Keberhasilan

Banyak orang kesulitan mempertahankan fokus, layaknya anak kecil yang mudah bosan dan cepat berpindah dari satu hal ke hal lainnya. Mereka mencoba bisnis atau investasi A, lalu tergoda untuk beralih ke B atau C sebelum benar-benar mendalaminya atau mendapatkan hasil yang diharapkan. Pola ini sering disebut sebagai "kutu loncat" yang terus mengejar peluang baru karena takut ketinggalan (FOMO - Fear of Missing Out).

Padahal, kesuksesan sering kali datang dari konsistensi dan ketekunan. Mengembangkan bisnis yang sudah ada, meskipun awalnya hanya menghasilkan sedikit, dapat tumbuh menjadi sesuatu yang luar biasa seiring waktu. Jangan mudah tergoda melihat "rumput tetangga yang lebih hijau" tanpa menyadari tantangan di baliknya. Fokuslah pada pertumbuhan yang berkelanjutan, perbaiki secara bertahap, dan nikmati prosesnya hingga mencapai hasil yang maksimal.

Belajar dari Bill Gates, Warren Buffett, dan Steve Ballmer

Tiga tokoh bisnis besar—Bill Gates, Warren Buffett, dan Steve Ballmer—memiliki hubungan erat dalam dunia bisnis, investasi, dan kekayaan, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Bill Gates, pendiri Microsoft, awalnya membangun kekayaannya dari perusahaan teknologi tersebut, tetapi kemudian mulai mendiversifikasi asetnya dengan mendirikan Cascade Investment LLC, sebuah perusahaan investasi yang mengelola kekayaannya di berbagai sektor seperti real estat, energi, dan keuangan.

Langkah Gates ini terinspirasi dari sahabatnya, Warren Buffett, maestro investasi yang membangun kerajaan bisnisnya melalui Berkshire Hathaway. Gates banyak belajar dari Buffett mengenai strategi investasi jangka panjang dan diversifikasi aset. Sementara itu, Steve Ballmer, mantan karyawan Gates yang kemudian menjadi CEO Microsoft (2000-2014), tetap mempertahankan kepemilikan sahamnya di perusahaan. Kini, Ballmer memiliki sekitar 4% saham Microsoft, sementara Gates telah menjual sebagian besar sahamnya untuk mendanai Bill & Melinda Gates Foundation, yang berfokus pada filantropi.

Akibatnya, meskipun Gates adalah pendiri Microsoft, kekayaannya kini lebih kecil dibandingkan Ballmer, yang masih menikmati kenaikan harga saham perusahaan. Jika Gates lebih memilih fokus pada filantropi, Buffett tetap berfokus pada investasi, sementara Ballmer memanfaatkan pertumbuhan Microsoft untuk mempertahankan kekayaannya. Kisah mereka menunjukkan bahwa strategi bisnis, investasi, dan prioritas pribadi dapat menentukan arah kesuksesan seseorang dalam jangka panjang.

Bisnis Seperti Bermain Game

Dalam dunia bisnis, prinsipnya mirip dengan bermain game. Jangan berhenti di level 1 atau 2 hanya karena menghadapi tantangan besar seperti bos, naga, atau monster. Jika setiap kali ada rintangan kita langsung beralih ke game baru, maka kita akan terus mengulang dari level awal tanpa pernah berkembang. Sebaliknya, hadapi dan lawan tantangan tersebut agar bisa naik ke level berikutnya hingga mencapai puncak. Setelah mencapai level tertinggi, barulah bisa memulai game atau bisnis baru dengan pengalaman yang lebih matang.

Setiap orang dalam bisnis punya pilihan: menjadi rakyat jelata atau superior, investor atau pebisnis. Jangan menyerah hanya karena ditipu oleh partner atau mengalami kegagalan. Justru dari hambatan dan kesalahan, ada pelajaran yang membuat kita semakin kuat. Kunci utama adalah ketekunan, keberanian, dan kesiapan menghadapi tantangan, agar bisa terus berkembang dan mencapai kesuksesan yang lebih besar.

Memilih Industri yang Tepat

Pilih industri yang memiliki potensi besar dan sesuai dengan visi serta kapabilitas founder. Banyak pembahasan mengenai product-market fit—bagaimana produk bisa cocok dengan kebutuhan pasar. Namun, jarang dibahas tentang founder-market fit—bagaimana produk tidak hanya cocok untuk pasar tetapi juga sesuai dengan kompetensi dan visi founder.

Industri yang Tepat Memiliki Leverage yang Kuat

Seperti yang dikatakan Archimedes: "Beri saya tuas yang cukup panjang, maka saya bisa menggerakkan dunia." Dalam konteks bisnis, memilih industri dengan daya ungkit (leverage) yang besar akan memungkinkan pertumbuhan yang eksponensial.

Kita perlu melihat perubahan yang ada di sekitar kita dan bertanya:

  • Apa industri yang memungkinkan kita menghasilkan Rp1 miliar per bulan?
  • Bagaimana dengan Rp100 miliar per bulan? Tidak semua industri bisa mencapai skala sebesar itu.

Sebagai contoh, bisnis agensi berbasis layanan sering kali sulit untuk scale up. Semakin banyak klien, semakin besar beban operasional, dan ada batasan jumlah kreator yang bisa dikelola, sehingga pertumbuhan menjadi terbatas.

Sebaliknya, bisnis berbasis model scalable seperti Netflix memiliki daya ungkit yang lebih besar. Satu video bisa dikonsumsi oleh jutaan orang tanpa menambah biaya operasional secara linear.

Industri dengan Potensi Skalabilitas Tinggi

Industri kripto adalah salah satu contoh industri dengan potensi pertumbuhan eksponensial, di mana nilai investasi dapat berkembang dengan cepat. Jika dikelola dengan baik, keuntungan dari investasi di industri ini bisa mencapai 20% dari kapital yang diinvestasikan.

Sebaliknya, industri konvensional seperti warteg memiliki keterbatasan dalam skalabilitas. Misalnya, memiliki 100 warteg dan tambahan modal Rp1 triliun tidak serta-merta mempermudah ekspansi karena ada keterbatasan dalam pengelolaan, perekrutan SDM, dan investasi yang efektif.

Sebagai founder, memilih industri yang scalable dengan return on invested capital (ROIC) tinggi adalah strategi terbaik untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Mengorbankan Jangka Panjang Demi Jangka Pendek

Banyak orang lebih fokus pada keuntungan jangka pendek (short-term thinking) tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Mereka hanya melihat apa yang bisa dilakukan saat ini tanpa memahami peluang yang bisa dicapai dalam 10, 20, atau bahkan 40 tahun ke depan.

Sebagai contoh, pendiri SoftBank, salah satu perusahaan investasi terbesar di Jepang, Masayoshi Son, memiliki visi jangka panjang. Ia merancang strateginya bukan hanya untuk 5 atau 10 tahun, tetapi hingga 20, 30, bahkan 40 tahun ke depan. Kekayaan dan kesuksesan besar tidak bisa diraih dengan instan, tetapi melalui pengalaman dan strategi yang matang.

Berpikir jangka panjang memungkinkan seseorang melihat visi bisnis dengan lebih jelas. Namun, banyak yang gagal dalam hal ini karena kurang memahami aspek penting seperti manajemen sumber daya manusia (HRD), kepemimpinan (leadership), dan pengelolaan bisnis secara keseluruhan. Tanpa pemahaman ini, sulit bagi sebuah bisnis untuk bertahan dan berkembang dalam jangka panjang.

Maksimalkan Crowdfunding: Keuangan, Keterampilan, dan Jaringan

Crowd berarti kerumunan, kelompok, atau orang banyak, sedangkan funding berarti pendanaan atau penggalangan dana. Secara harfiah, crowdfunding adalah penggalangan dana dari banyak orang atau pendanaan kolektif. Namun, konsep ini dapat diperluas tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga keterampilan dan jaringan, sehingga crowdfunding bisa diartikan sebagai pengumpulan berbagai sumber daya dari banyak orang untuk mencapai tujuan bersama.

Memanfaatkan kekuatan crowdfunding dengan optimal sangatlah penting. Selain crowdfunding dalam bentuk keuangan, ada juga crowdfunding keterampilan (skill) dan jaringan (network). Seperti halnya crowdfunding uang yang saling bertumpuk, crowdfunding keterampilan dan jaringan juga bisa memberikan dampak luar biasa jika dikelola dengan baik.

Crowdfunding jaringan memiliki potensi besar jika didukung dengan ilmu. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin besar tantangan yang dihadapi—ibarat pepatah, "Semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya." Oleh karena itu, membangun koneksi dengan berbagai orang, baik teman, pejabat, maupun profesional lainnya, menjadi langkah penting. Dengan jaringan yang kuat, jika suatu saat terjatuh, akan ada banyak "bantal" yang menahan. Sebaliknya, jika berjalan sendiri dalam berusaha dan berbisnis, risiko dikerjai dari berbagai arah—baik oleh individu maupun instansi—menjadi lebih besar.

Meningkatkan jaringan dan keterampilan akan menghasilkan crowdfunding yang luar biasa. Contohnya, seorang developer blockchain terbaik di Indonesia yang telah mengasah keterampilannya selama 10 tahun bisa menjadi kaya. Namun, tanpa memanfaatkan crowdfunding jaringan, kekayaannya mungkin tidak mencapai potensi maksimal. Kesuksesan dan keberuntungan tidak hanya bergantung pada keterampilan, tetapi juga pada jaringan yang dibangun. Kombinasi antara crowdfunding keterampilan dan jaringan adalah kunci untuk menciptakan peluang dan keberuntungan sendiri.

Memilih Partner yang Tepat

Memilih partner yang tepat dalam usaha atau investasi sangat penting. Pastikan apakah partner tersebut komplementer dengan dirimu, bukan hanya sekadar cocok. Formasi serang yang paling efektif biasanya terdiri dari dua peran utama: satu visioner yang ahli dalam penjualan dan strategi (visioner guy) serta satu ahli produk yang fokus pada eksekusi dan pengembangan (product guy). Venture capital di dunia pun sudah terprogram (wired) untuk mencari kombinasi seperti ini. Contohnya, Sequoia dan Tencent Global berinvestasi pada tim dengan formasi serupa, seperti Robinhood dengan Vlad Tenev dan Baiju Bhatt, Airbnb dengan Brian Chesky dan Joe Gebbia, Snapchat dengan Evan Spiegel dan Bobby Murphy, Apple dengan Steve Wozniak (produk) dan Steve Jobs (visi, penjualan, desain), serta Microsoft dengan Bill Gates dan Steve Ballmer.

Memilih partner yang salah bisa menghambat pertumbuhan bisnis, mengunci peluang (super lock), serta membuang waktu berharga dalam hidup. Waspadalah terhadap orang yang hanya berperan sebagai penghubung atau calo (seperti "Nokia"), yang kerjaannya hanya menghubungkan sana-sini tanpa memiliki keterampilan nyata atau kontribusi yang bisa dikerjakan langsung. Calo seperti ini ada di berbagai level, dari yang paling rendah hingga yang tampak berkelas. Lakukan background check terhadap calon partner—perhatikan rekam jejaknya dalam membangun bisnis dan bagaimana hubungan kerja samanya sebelumnya. Jika seseorang pernah mendirikan perusahaan A lalu mengkhianati timnya untuk bergabung dengan perusahaan B, kemudian mendirikan perusahaan C dengan janji-janji palsu, lalu melompat ke perusahaan D dengan pola yang sama, maka orang tersebut jelas tidak bisa dipercaya.

Selain itu, waspada terhadap partner dengan jiwa pecundang, yang suka mencari perhatian (banci tampil) dan memiliki integritas yang meragukan. Orang seperti ini sering kali berbicara hal yang berbeda dengan realita, misalnya mengklaim tidak butuh uang, tetapi di belakang justru sibuk mencari sponsor atau endorse. Mereka juga cenderung menusuk dari belakang dengan diam-diam membuat kesepakatan sendiri. Jika dikonfrontasi, mereka akan menghindar atau ketakutan. Ciri lainnya adalah terlalu ribet, penuh drama, dan jika laki-laki, sering kali memiliki karakter yang kurang tegas.

Ingat, memilih partner bukan hanya soal keahlian, tetapi juga soal integritas dan chemistry yang benar.

Comments

Popular posts from this blog

1 Seo Postingan Tabel

Terkunci Login, Batas Salah Password, & Reset Manual